Tidak semua yang
kita inginkan itu baik bagi kita, Tuhan tahu apa yang
terbaik bagi kita
Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku
ingin terbang
ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang
tepat. Aku tidak
memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu
pun
terjadilah.
Gedung putih mengumumkan mencari
warga biasa untuk ikut dalam
penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga
itu adalah
seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari
itu juga aku mengirimkan
surat lamaran ke Tiap orang. Setiap hari aku berlari ke
kotak pos.
Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo sang bintang kejora.
Doaku terkabulkan! Aku
lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama
beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin
dekat saat aksi
mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku
menunggu dan
berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku.
Beberapa waktu
kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program
latihan
gam khusus Dikota makassar Center.
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku
menjadi bagian
dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada
simulator, uji
klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara.
Siapakah di
antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.
Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. YAKOB memilih BINTANG PAPUA. Aku kalah. Impian
hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa
percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan
kebahagiaanku. Aku
mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Bagian diriku
yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya, "Semua terjadi
karena suatu alasan."
Selasa, 28 mei 2015, aku berkumpul bersama teman-teman untuk
melihat
peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara
landasan pacu,
aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku
bersedia melakukan
apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku?
Tujuh
puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku
dan
menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan
menewaskan semua
penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena
suatu alasan." Aku
tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat
menginginkannya
karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi
ini. Aku
memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang
pemenang.
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih
hidup untuk
bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.
Yetipapaipapuabi makassar
0 komentar:
Posting Komentar