PERUBAHAN PENDIDIKAN DOGIYAI
Kerinduan
yang Tak Kunjung Datang Rabu, September 19, 205 Oleh Yakobus a Tagi*) Sama
seperti manusia lain, Tuhan menciptakan manusia DOGIYAI. dengan kemampuan kondisi
untuk mengembangkan potensi dirinya. Pastilah Tuhan punya maksud tertentu.
Tidak lain adalah untuk membangun tanah DOGIYAI Papua dan juga bumi tempat kita
berpijak. Berangkat dari itu, pembangaunan manusia maupun fisik harus menjadi
kerinduan generasi kita sebagai generasi yang sadar akan adanya pembodohan,
kekerasan dan ketidakadilan dalam bidang HAM, ketidak adilan sosial dalam
pembangunan yang memojokkan masyarakat di tanah Papua. Percaya atau tidak,
kerinduan untuk melawan ketidakadilan dan kerinduan untuk membanguan tanah
Papua telah mengajak kita (kita terpanggil) datang dari sudut–sudut
perkampungan, sudut persimpangan jalan, tepi pantai, di antara semak belukar
bahkan di antara belahan gunung hanya untuk memperoleh pendidikan sebagai jalan
pencerahan. Pencerahan (fitra) itu tidak datang begitu saja, ibarat benda yang
dengan kemegaannya jatuh dari langit. Pencerahan akan datang kala kita terus
mau berusaha dan berjuang. Berjuang yang saya maksud memcari ilmu pengetahuan.
Tentu saja, mencari ilmu tidak hanya lewat pendidikan formal (sekolah) dan
pendidikan non formal. Banyak kegiatan positif, mislnya beroraganisasi, magang
dan lainya yang kita lakukan itu, juga bagian dari pendidikan. Itu semua
penting untuk memajukan SDM di tanah Papua. Dalam hal ini tercermin visi atau
angan-angan untuk kemajuan manusia Papua. Bisa sebagai perlawanan terhadap
ketidakadilan hukum, HAM, sosial ekonomi dan lainnya. Mari bercermin ke tanah
Papua. Bukan main, potensi manusia Papua perlahan-lahan terus mulai nampak.
Kita bisa lihat dari prestasi anak-anak Papua yang mulai menonjol akhir-akhir
ini. Di tingakat internasional, misalnya Georgeo Saa yang tampil gemilang
sebagai urutan satu mengalahkan puluhan negara maju di dunia dalam Olimpiade
Fisika Internasional di Swedia. Apalagi kalau pendidikan di Papua diurus dengan
baik dan serius. Misalkan saja, pemerintah mau melakukan berbagai terobos,
seperti hubungan kerja sama dengan daerah lain yang mutu pendidikannya cukup
maju. Juga Melengakapi fasilitas sekolah dan terus meningkatkan mutu guru,
misalkan mengadakan studi banding keluar daerah mengunjungi sekolah-sekolah
yang bermutu. Percaya Papua akan melahirkan banyak ilmuan. Memang betul sobat,
kemajuan pendidikan membawa perubahan besar bagi masyarakat. Jelasnya ini akan
mengangkat derajat kita punya bangsa. Kalau begitu jawabannya adalah harus ada
usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu ada banyak cara, misalkan
membuka jaringan kerjasama dengan sekolah ungulan di dalam negeri maupun di
luar negeri. Mengirim dan memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi untuk
belajar di sekolah bermutu, di dalam negeri, bisa juga di luar negeri.
Sekolah-sekolah guru, seperti PGSD, FKIP harus di kelola dengan baik. Mampu
mencetak guru yang berkompeten dalam mengajar, mendidik dan mendampingi siswa.
Hal itu bisa dilakukan dengan disiapkan dosen yang berkompeten, bisa
didatangkan dari daerah lain. Asalkan kredibilitsnya terjamin dan benar-benar
punya hati untuk membangun Papau. Selain itu, perlu juga, mengirim atau
menyekolahkan guru ke sekolah jenjang tinggi, mengadakan studi banding ke
sekolah yang lebih bermutu. Dan yang terpenting bagi Papau perlu menerapkan
kurikulum berbasis lokalitas. Sejauh ini, ada dua kata yang sangat sederhana
dan mudah diucapkan tetapi merupakan bumerang bagi kematangan, kedewasaan semua
potensi orang dalam hal memimpin, yaitu MEMBACA BUKU. Kita harus mengakui
secara sadar bahwa orang Papua pada umumya tidak memiliki budaya baca dari
tingkat SD sampai PT, apalagi para pegawai atau pejabat yang seharusnya
memiliki waktu khusus untuk membaca di kantor. Dampak dari kebiasaan tidak tau
membaca pengalaman orang - buku, maka kebanyakan pemimpin Papua belum mampu
merumuskan konsep yang ada dalam benaknya maupun apa saja yang diucapkannya.
Tahunya hanya pintar mengucapkan dan kelemahan inilah yang justru dimanfaatkan
oleh orang lain. Pemahaman diri sangatlah penting untuk mengambil sebuah
langkah demi kesuksesan yang diimpikan. Supaya otak manusia tetap hidup, satu –
satunnya obat adalah Membaca Buku dan mendapatkan sesuatu yang baru (used it or
you will losse it). Membaca pengalaman orang lain dengan benar, pasti
merumuskan ide-ide kita dengan baik dan bertangung jawab. Kita bangga punya
koran lokal, seperti Cenderawasih pos, Papuapos dan tabloid suara Perempuan
Papua, majalah dan radio lokal. Dengan membaca dan mendengarkanya tentu
mendidik sekaligus meningkatkan minat baca. Ini penting mengingat salah satu
faktor ketertinggalan orang Papua adalah rendahnya minat untuk membaca.
Logikanya bisa mendapatkan pencerahan untuk membangun Papua. kalau tidak tentu
akan ketinggalan dari daerah lain. Pendidikan di Papua tanggung jawab
pemerintah Provinsi Papua dan masyarakat Papua. Bisa dibilang, pemerintah pusat
tugasnya mencairkan angaran pendidikan, membuat sistem pendidikan nasional dan
kurikulum. Perlu kita pahami, ada kebebasan, kurikulum di tiap daerah bisa
disesuaikan degan kondisi lokalnya. Nah, pertanyaannya, sudahkah pemerintah
provinsi dan kabupaten mengalokasikan dana sesuai dengan fungsi dan manfaatnya?
Kalau soal kurikulum belum sepenuhnya pembelajaran kontekstual, lokalitas tercipta.
Kalau soal ini sangat terkait dengan mutu dan kreativitas guru di sekolah.
Bergantung dari pandai-pandainya guru meramu mata pelajaran sesuai situasi
lokal. Sebenarnya persoalannya adalah agar memudahkan siswa supaya cepat
mengerti materi yang dia ajarkan. Untuk itu, pertama, pemerintah provinsi dan
kabupaten harus serius memperhatiakn pendidikan formal untuk membangun SDM yang
memanusiakan. Sampai saat ini belum ada sekolah negeri yang memiliki faslititas
belajar maupun tenaga pengajar yang lengkap, sekalipun ada SMA negeri BUPER
Jayapura saat ini bukan jaminan kesiapan SDM yang memiliki hati untuk generasi
manusia Papua? Untuk itu pemerintah harus belajar dari sokolah-sekolah missi
yang berpola asrama. Kemudian menerapkan sistem pendidikan semi militer untuk
membangun kognisi, afeksi dan psiko-motorik serta spritualitasnya. Dalam hal
ini pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak swasta. Hal ini berangkat dari
kesadaran akan pendidikan formal yang benar – benar memberikan kemerdekaan utuh
kepada setiap indidvidu. Kedua, membangun gedung edung sekolah dari SD, SMP dan
SMA tanpa pertimbangan yang matang dari berbagai aspek. Hal ini berdampak pada
biaya operasional sekolah maupun pengadaan fasilitas lainnya, bahkan tenaga
pengajar yang belum memiliki kompetensi sebagai seorang guru dan selalu kita
katakan sekolah tidak berbobot. Ketiga, kebiasaan melempar tugas dan tanggung
jawab para pejabat, yang seharusnya dalam kurun waktu yang ditetapkan ada
evaluasi atau kunjungan kerja secara kontinue demi perbaikan. Keempat,
penempatan pegawai negeri tidak sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga
prakteknya turut memperparah proses pengembangan dan peningkatan pembangunan
yang diharapkan. Otonomi khusus Papua memberikan peluang kepada orang Papua
untuk memberdayakan semua potensi berdasarkan pengalaman–pengalaman masa lalu.
Terutama membangun sekolah–sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas sesuai
tingkatannya. Ini akan tercapai asalkan manusia Papua harus jelih memandang
jauh dan mau mengubah paradigma makna otonomi. Saya sangat prihatin akan
realitas pendidikan sekolah di seluruh tanah Papua. Saya selalu mengungkapkan
di berbagai forum mahasiswa Papua di Jawa bahwa pendidikan formal yang baik dan
benar merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan sebuah wilayah. Sehingga
berharap kepada pemerintah provinsi dan kabupaten yang ada di seluruh Papua
untuk mengedepankan pendidikan. “Berpikir bagaimana membuat pendidikan berbasis
lokal tanpa menutup diri terhadap pengaruh luar. Dengan demikian pelan namun
pasti, pendidikan itu dapat memebaskan manusia Papua. Melalui pendidikan itu
terjadi proses pemanusiaan manusia muda.” Kalau mau lebih baik lagi, lembaga
independen yang bergerak di bidang pendidikan sebenarnya harus dibentuk.
Lembaga yang tugas mencermati jalannya pendidikan di Papua, mengevaluasi
jalannya pendidikan dan meramu kurikulum pusat untuk disesuaikan dengan
lokalitas (melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan).
Kalau memang Papua mau maju, lembaga ini harus menjadi perhatian serius. Mungkinkah
kerinduanku untuk Papua ini akan terwujud, kalau bukan kita siapa lagi? Mari
kitorang berpikir bersama memberikan perubahan dengan cara kita masing-masing
Ditulis
oleh:YAKOBUS TAGI
UBAHAN PENDIDIKAN
PAPUA: Kerinduan yang Tak Kunjung Datang
Rabu, September 19, 2007
Oleh Bomkonwoqk Gerald Bidana*)
Sama seperti manusia lain, Tuhan menciptakan manusia Papua dengan
kemampuan kognisi untuk mengembangkan potensi dirinya. Pastilah Tuhan
punya maksut tertentu. Tidak lain adalah untuk membangun tanah Papua dan
juga bumi tempat kita berpijak. Berangkat dari itu, pembangaunan
manusia maupun fisik harus menjadi kerinduan generasi kita sebagai
generasi yang sadar akan adanya pembodohan, kekerasan dan ketidakadilan
dalam bidang HAM, ketidak adilan sosial dalam pembangunan yang
memojokkan masyarakat di tanah Papua.
Percaya atau tidak, kerinduan untuk melawan ketidakadilan dan kerinduan
untuk membanguan tanah Papua telah mengajak kita (kita terpanggil)
datang dari sudut–sudut perkampungan, sudut persimpangan jalan, tepi
pantai, di antara semak belukar bahkan di antara belahan gunung hanya
untuk memperoleh pendidikan sebagai jalan pencerahan.
Pencerahan (fitra) itu tidak datang begitu saja, ibarat benda yang
dengan kemegaannya jatuh dari langit. Pencerahan akan datang kala kita
terus mau berusaha dan berjuang. Berjuang yang saya maksud memcari ilmu
pengetahuan. Tentu saja, mencari ilmu tidak hanya lewat pendidikan
formal (sekolah) dan pendidikan non formal. Banyak kegiatan positif,
mislnya beroraganisasi, magang dan lainya yang kita lakukan itu, juga
bagian dari pendidikan. Itu semua penting untuk memajukan SDM di tanah
Papua. Dalam hal ini tercermin visi atau angan-angan untuk kemajuan
manusia Papua. Bisa sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan hukum,
HAM, sosial ekonomi dan lainnya.
Mari bercermin ke tanah Papua. Bukan main, potensi manusia Papua
perlahan-lahan terus mulai nampak. Kita bisa lihat dari prestasi
anak-anak Papua yang mulai menonjol akhir-akhir ini. Di tingakat
internasional, misalnya Georgeo Saa yang tampil gemilang sebagai urutan
satu mengalahkan puluhan negara maju di dunia dalam Olimpiade Fisika
Internasional di Swedia. Apalagi kalau pendidikan di Papua diurus dengan
baik dan serius. Misalkan saja, pemerintah mau melakukan berbagai
terobos, seperti hubungan kerja sama dengan daerah lain yang mutu
pendidikannya cukup maju. Juga Melengakapi fasilitas sekolah dan terus
meningkatkan mutu guru, misalkan mengadakan studi banding keluar daerah
mengunjungi sekolah-sekolah yang bermutu. Percaya Papua akan melahirkan
banyak ilmuan.
Memang betul sobat, kemajuan pendidikan membawa perubahan besar bagi
masyarakat. Jelasnya ini akan mengangkat derajat kita punya bangsa.
Kalau begitu jawabannya adalah harus ada usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Untuk itu ada banyak cara, misalkan membuka jaringan
kerjasama dengan sekolah ungulan di dalam negeri maupun di luar negeri.
Mengirim dan memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi untuk belajar
di sekolah bermutu, di dalam negeri, bisa juga di luar negeri.
Sekolah-sekolah guru, seperti PGSD, FKIP harus di kelola dengan baik.
Mampu mencetak guru yang berkompeten dalam mengajar, mendidik dan
mendampingi siswa. Hal itu bisa dilakukan dengan disiapkan dosen yang
berkompeten, bisa didatangkan dari daerah lain. Asalkan kredibilitsnya
terjamin dan benar-benar punya hati untuk membangun Papau. Selain itu,
perlu juga, mengirim atau menyekolahkan guru ke sekolah jenjang tinggi,
mengadakan studi banding ke sekolah yang lebih bermutu. Dan yang
terpenting bagi Papau perlu menerapkan kurikulum berbasis lokalitas.
Sejauh ini, ada dua kata yang sangat sederhana dan mudah diucapkan
tetapi merupakan bumerang bagi kematangan, kedewasaan semua potensi
orang dalam hal memimpin, yaitu MEMBACA BUKU. Kita harus mengakui secara
sadar bahwa orang Papua pada umumya tidak memiliki budaya baca dari
tingkat SD sampai PT, apalagi para pegawai atau pejabat yang seharusnya
memiliki waktu khusus untuk membaca di kantor. Dampak dari kebiasaan
tidak tau membaca pengalaman orang - buku, maka kebanyakan pemimpin
Papua belum mampu merumuskan konsep yang ada dalam benaknya maupun apa
saja yang diucapkannya. Tahunya hanya pintar mengucapkan dan kelemahan
inilah yang justru dimanfaatkan oleh orang lain. Pemahaman diri
sangatlah penting untuk mengambil sebuah langkah demi kesuksesan yang
diimpikan. Supaya otak manusia tetap hidup, satu – satunnya obat adalah
Membaca Buku dan mendapatkan sesuatu yang baru (used it or you will
losse it).
Membaca pengalaman orang lain dengan benar, pasti merumuskan ide-ide
kita dengan baik dan bertangung jawab. Kita bangga punya koran lokal,
seperti Cenderawasih pos, Papuapos dan tabloid suara Perempuan Papua,
majalah dan radio lokal. Dengan membaca dan mendengarkanya tentu
mendidik sekaligus meningkatkan minat baca. Ini penting mengingat salah
satu faktor ketertinggalan orang Papua adalah rendahnya minat untuk
membaca. Logikanya bisa mendapatkan pencerahan untuk membangun Papua.
kalau tidak tentu akan ketinggalan dari daerah lain.
Pendidikan di Papua tanggung jawab pemerintah Provinsi Papua dan
masyarakat Papua. Bisa dibilang, pemerintah pusat tugasnya mencairkan
angaran pendidikan, membuat sistem pendidikan nasional dan kurikulum.
Perlu kita pahami, ada kebebasan, kurikulum di tiap daerah bisa
disesuaikan degan kondisi lokalnya. Nah, pertanyaannya, sudahkah
pemerintah provinsi dan kabupaten mengalokasikan dana sesuai dengan
fungsi dan manfaatnya? Kalau soal kurikulum belum sepenuhnya
pembelajaran kontekstual, lokalitas tercipta. Kalau soal ini sangat
terkait dengan mutu dan kreativitas guru di sekolah. Bergantung dari
pandai-pandainya guru meramu mata pelajaran sesuai situasi lokal.
Sebenarnya persoalannya adalah agar memudahkan siswa supaya cepat
mengerti materi yang dia ajarkan.
Untuk itu, pertama, pemerintah provinsi dan kabupaten harus serius
memperhatiakn pendidikan formal untuk membangun SDM yang memanusiakan.
Sampai saat ini belum ada sekolah negeri yang memiliki faslititas
belajar maupun tenaga pengajar yang lengkap, sekalipun ada SMA negeri
BUPER Jayapura saat ini bukan jaminan kesiapan SDM yang memiliki hati
untuk generasi manusia Papua? Untuk itu pemerintah harus belajar dari
sokolah-sekolah missi yang berpola asrama. Kemudian menerapkan sistem
pendidikan semi militer untuk membangun kognisi, afeksi dan
psiko-motorik serta spritualitasnya. Dalam hal ini pemerintah bisa
bekerja sama dengan pihak swasta. Hal ini berangkat dari kesadaran akan
pendidikan formal yang benar – benar memberikan kemerdekaan utuh kepada
setiap indidvidu. Kedua, membangun gedung edung sekolah dari SD, SMP dan
SMA tanpa pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.
Hal ini berdampak pada biaya operasional sekolah maupun pengadaan
fasilitas lainnya, bahkan tenaga pengajar yang belum memiliki kompetensi
sebagai seorang guru dan selalu kita katakan sekolah tidak berbobot.
Ketiga, kebiasaan melempar tugas dan tanggung jawab para pejabat, yang
seharusnya dalam kurun waktu yang ditetapkan ada evaluasi atau kunjungan
kerja secara kontinue demi perbaikan. Keempat, penempatan pegawai
negeri tidak sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga prakteknya turut
memperparah proses pengembangan dan peningkatan pembangunan yang
diharapkan.
Otonomi khusus Papua memberikan peluang kepada orang Papua untuk
memberdayakan semua potensi berdasarkan pengalaman–pengalaman masa lalu.
Terutama membangun sekolah–sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas
sesuai tingkatannya. Ini akan tercapai asalkan manusia Papua harus jelih
memandang jauh dan mau mengubah paradigma makna otonomi.
Saya sangat prihatin akan realitas pendidikan sekolah di seluruh tanah
Papua. Saya selalu mengungkapkan di berbagai forum mahasiswa Papua di
Jawa bahwa pendidikan formal yang baik dan benar merupakan tolok ukur
keberhasilan pembangunan sebuah wilayah. Sehingga berharap kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten yang ada di seluruh Papua untuk
mengedepankan pendidikan. “Berpikir bagaimana membuat pendidikan
berbasis lokal tanpa menutup diri terhadap pengaruh luar. Dengan
demikian pelan namun pasti, pendidikan itu dapat memebaskan manusia
Papua. Melalui pendidikan itu terjadi proses pemanusiaan manusia muda.”
Kalau mau lebih baik lagi, lembaga independen yang bergerak di bidang
pendidikan sebenarnya harus dibentuk. Lembaga yang tugas mencermati
jalannya pendidikan di Papua, mengevaluasi jalannya pendidikan dan
meramu kurikulum pusat untuk disesuaikan dengan lokalitas (melakukan
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan). Kalau memang
Papua mau maju, lembaga ini harus menjadi perhatian serius.
Mungkinkah kerinduanku untuk Papua ini akan terwujud, kalau bukan kita
siapa lagi? Mari kitorang berpikir bersama memberikan perubahan dengan
cara kita masing-masing
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
UBAHAN PENDIDIKAN
PAPUA: Kerinduan yang Tak Kunjung Datang
Rabu, September 19, 2007
Oleh Bomkonwoqk Gerald Bidana*)
Sama seperti manusia lain, Tuhan menciptakan manusia Papua dengan
kemampuan kognisi untuk mengembangkan potensi dirinya. Pastilah Tuhan
punya maksut tertentu. Tidak lain adalah untuk membangun tanah Papua dan
juga bumi tempat kita berpijak. Berangkat dari itu, pembangaunan
manusia maupun fisik harus menjadi kerinduan generasi kita sebagai
generasi yang sadar akan adanya pembodohan, kekerasan dan ketidakadilan
dalam bidang HAM, ketidak adilan sosial dalam pembangunan yang
memojokkan masyarakat di tanah Papua.
Percaya atau tidak, kerinduan untuk melawan ketidakadilan dan kerinduan
untuk membanguan tanah Papua telah mengajak kita (kita terpanggil)
datang dari sudut–sudut perkampungan, sudut persimpangan jalan, tepi
pantai, di antara semak belukar bahkan di antara belahan gunung hanya
untuk memperoleh pendidikan sebagai jalan pencerahan.
Pencerahan (fitra) itu tidak datang begitu saja, ibarat benda yang
dengan kemegaannya jatuh dari langit. Pencerahan akan datang kala kita
terus mau berusaha dan berjuang. Berjuang yang saya maksud memcari ilmu
pengetahuan. Tentu saja, mencari ilmu tidak hanya lewat pendidikan
formal (sekolah) dan pendidikan non formal. Banyak kegiatan positif,
mislnya beroraganisasi, magang dan lainya yang kita lakukan itu, juga
bagian dari pendidikan. Itu semua penting untuk memajukan SDM di tanah
Papua. Dalam hal ini tercermin visi atau angan-angan untuk kemajuan
manusia Papua. Bisa sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan hukum,
HAM, sosial ekonomi dan lainnya.
Mari bercermin ke tanah Papua. Bukan main, potensi manusia Papua
perlahan-lahan terus mulai nampak. Kita bisa lihat dari prestasi
anak-anak Papua yang mulai menonjol akhir-akhir ini. Di tingakat
internasional, misalnya Georgeo Saa yang tampil gemilang sebagai urutan
satu mengalahkan puluhan negara maju di dunia dalam Olimpiade Fisika
Internasional di Swedia. Apalagi kalau pendidikan di Papua diurus dengan
baik dan serius. Misalkan saja, pemerintah mau melakukan berbagai
terobos, seperti hubungan kerja sama dengan daerah lain yang mutu
pendidikannya cukup maju. Juga Melengakapi fasilitas sekolah dan terus
meningkatkan mutu guru, misalkan mengadakan studi banding keluar daerah
mengunjungi sekolah-sekolah yang bermutu. Percaya Papua akan melahirkan
banyak ilmuan.
Memang betul sobat, kemajuan pendidikan membawa perubahan besar bagi
masyarakat. Jelasnya ini akan mengangkat derajat kita punya bangsa.
Kalau begitu jawabannya adalah harus ada usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Untuk itu ada banyak cara, misalkan membuka jaringan
kerjasama dengan sekolah ungulan di dalam negeri maupun di luar negeri.
Mengirim dan memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi untuk belajar
di sekolah bermutu, di dalam negeri, bisa juga di luar negeri.
Sekolah-sekolah guru, seperti PGSD, FKIP harus di kelola dengan baik.
Mampu mencetak guru yang berkompeten dalam mengajar, mendidik dan
mendampingi siswa. Hal itu bisa dilakukan dengan disiapkan dosen yang
berkompeten, bisa didatangkan dari daerah lain. Asalkan kredibilitsnya
terjamin dan benar-benar punya hati untuk membangun Papau. Selain itu,
perlu juga, mengirim atau menyekolahkan guru ke sekolah jenjang tinggi,
mengadakan studi banding ke sekolah yang lebih bermutu. Dan yang
terpenting bagi Papau perlu menerapkan kurikulum berbasis lokalitas.
Sejauh ini, ada dua kata yang sangat sederhana dan mudah diucapkan
tetapi merupakan bumerang bagi kematangan, kedewasaan semua potensi
orang dalam hal memimpin, yaitu MEMBACA BUKU. Kita harus mengakui secara
sadar bahwa orang Papua pada umumya tidak memiliki budaya baca dari
tingkat SD sampai PT, apalagi para pegawai atau pejabat yang seharusnya
memiliki waktu khusus untuk membaca di kantor. Dampak dari kebiasaan
tidak tau membaca pengalaman orang - buku, maka kebanyakan pemimpin
Papua belum mampu merumuskan konsep yang ada dalam benaknya maupun apa
saja yang diucapkannya. Tahunya hanya pintar mengucapkan dan kelemahan
inilah yang justru dimanfaatkan oleh orang lain. Pemahaman diri
sangatlah penting untuk mengambil sebuah langkah demi kesuksesan yang
diimpikan. Supaya otak manusia tetap hidup, satu – satunnya obat adalah
Membaca Buku dan mendapatkan sesuatu yang baru (used it or you will
losse it).
Membaca pengalaman orang lain dengan benar, pasti merumuskan ide-ide
kita dengan baik dan bertangung jawab. Kita bangga punya koran lokal,
seperti Cenderawasih pos, Papuapos dan tabloid suara Perempuan Papua,
majalah dan radio lokal. Dengan membaca dan mendengarkanya tentu
mendidik sekaligus meningkatkan minat baca. Ini penting mengingat salah
satu faktor ketertinggalan orang Papua adalah rendahnya minat untuk
membaca. Logikanya bisa mendapatkan pencerahan untuk membangun Papua.
kalau tidak tentu akan ketinggalan dari daerah lain.
Pendidikan di Papua tanggung jawab pemerintah Provinsi Papua dan
masyarakat Papua. Bisa dibilang, pemerintah pusat tugasnya mencairkan
angaran pendidikan, membuat sistem pendidikan nasional dan kurikulum.
Perlu kita pahami, ada kebebasan, kurikulum di tiap daerah bisa
disesuaikan degan kondisi lokalnya. Nah, pertanyaannya, sudahkah
pemerintah provinsi dan kabupaten mengalokasikan dana sesuai dengan
fungsi dan manfaatnya? Kalau soal kurikulum belum sepenuhnya
pembelajaran kontekstual, lokalitas tercipta. Kalau soal ini sangat
terkait dengan mutu dan kreativitas guru di sekolah. Bergantung dari
pandai-pandainya guru meramu mata pelajaran sesuai situasi lokal.
Sebenarnya persoalannya adalah agar memudahkan siswa supaya cepat
mengerti materi yang dia ajarkan.
Untuk itu, pertama, pemerintah provinsi dan kabupaten harus serius
memperhatiakn pendidikan formal untuk membangun SDM yang memanusiakan.
Sampai saat ini belum ada sekolah negeri yang memiliki faslititas
belajar maupun tenaga pengajar yang lengkap, sekalipun ada SMA negeri
BUPER Jayapura saat ini bukan jaminan kesiapan SDM yang memiliki hati
untuk generasi manusia Papua? Untuk itu pemerintah harus belajar dari
sokolah-sekolah missi yang berpola asrama. Kemudian menerapkan sistem
pendidikan semi militer untuk membangun kognisi, afeksi dan
psiko-motorik serta spritualitasnya. Dalam hal ini pemerintah bisa
bekerja sama dengan pihak swasta. Hal ini berangkat dari kesadaran akan
pendidikan formal yang benar – benar memberikan kemerdekaan utuh kepada
setiap indidvidu. Kedua, membangun gedung edung sekolah dari SD, SMP dan
SMA tanpa pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.
Hal ini berdampak pada biaya operasional sekolah maupun pengadaan
fasilitas lainnya, bahkan tenaga pengajar yang belum memiliki kompetensi
sebagai seorang guru dan selalu kita katakan sekolah tidak berbobot.
Ketiga, kebiasaan melempar tugas dan tanggung jawab para pejabat, yang
seharusnya dalam kurun waktu yang ditetapkan ada evaluasi atau kunjungan
kerja secara kontinue demi perbaikan. Keempat, penempatan pegawai
negeri tidak sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga prakteknya turut
memperparah proses pengembangan dan peningkatan pembangunan yang
diharapkan.
Otonomi khusus Papua memberikan peluang kepada orang Papua untuk
memberdayakan semua potensi berdasarkan pengalaman–pengalaman masa lalu.
Terutama membangun sekolah–sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas
sesuai tingkatannya. Ini akan tercapai asalkan manusia Papua harus jelih
memandang jauh dan mau mengubah paradigma makna otonomi.
Saya sangat prihatin akan realitas pendidikan sekolah di seluruh tanah
Papua. Saya selalu mengungkapkan di berbagai forum mahasiswa Papua di
Jawa bahwa pendidikan formal yang baik dan benar merupakan tolok ukur
keberhasilan pembangunan sebuah wilayah. Sehingga berharap kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten yang ada di seluruh Papua untuk
mengedepankan pendidikan. “Berpikir bagaimana membuat pendidikan
berbasis lokal tanpa menutup diri terhadap pengaruh luar. Dengan
demikian pelan namun pasti, pendidikan itu dapat memebaskan manusia
Papua. Melalui pendidikan itu terjadi proses pemanusiaan manusia muda.”
Kalau mau lebih baik lagi, lembaga independen yang bergerak di bidang
pendidikan sebenarnya harus dibentuk. Lembaga yang tugas mencermati
jalannya pendidikan di Papua, mengevaluasi jalannya pendidikan dan
meramu kurikulum pusat untuk disesuaikan dengan lokalitas (melakukan
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan). Kalau memang
Papua mau maju, lembaga ini harus menjadi perhatian serius.
Mungkinkah kerinduanku untuk Papua ini akan terwujud, kalau bukan kita
siapa lagi? Mari kitorang berpikir bersama memberikan perubahan dengan
cara kita masing-masing
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
0 komentar:
Posting Komentar